18 Oktober 2021 | Kegiatan Statistik
RESESI? Siapa takut, itu adalah rapor hasil kinerja ekonomi sebuah wilayah. Semenjak pandemi yang diakibatkan virus Corona mulai merebak dan banyak jatuh korban jiwa, mulailah diterapkan PSBB. Anjuran untuk tidak sering bepergian mulai didengungkan oleh pemerintah. Akibatnya perekonomian mulai rontok karena karyawan di-WFH kan bahkan di-PHK, anak sekolah terpaksa belajar di rumah. Yaang dikhawatirkanpun terjadi, multiplier effect nya berimbas ke sendi perekonomian yang lain. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pun pada Triwulan III-2020 mengalami kontraksi sebesar minus 3,93 persen dibandingkan Triwulan III-2019. Padahal pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II-2020 dibandingkan Triwulan II-2019, sudah mengalami kontraksi minus 5,92 persen.
Mengambil istilah, sesulit apapun pasti ada jalan keluar. Demikian juga jika dalam melihat geliat ekonomi yang ada. Hampir semuanya lesu, bahkan sempat disebut-sebut tahun 2021 adalah tahun the fall of physical store, namun ada juga yang justru meraup pundi-pundi di saat pandemi. Di antara yang masih bertahan adalah bisnis pergudagangan. Dalam nomenklatur kegiatan ekonomi yang dipotret oleh BPS, di mana pencatatannya mengikuti Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia (KBLI), bisnis ekpedisi dan pergudangan, masuk ke dalam sektor transportasi dan pergudangan.
Seiring naiknya tren belanja online, tren belanja tanpa tatap muka, low touch, barang-barang yang pada toko fisik, diposisikan dan dipajang secara nyata, maka pada toko “jaman now” beralih menjadi pajangan yang hanya berupa gambar atau foto produk. Barang yang dulunya secara fisik terpampang di toko kini cukup tersimpan di gudang, yang penting stok cukup, jualan pun tetap lancar.
Perubahan gaya belanja yang mendongkrak sektor transportasi dan pergudangan ini terpotret pada data BPS di mana pada triwulan III-2020 secara nasional, sektor ini tumbuh paling tinggi yakni mencapai 24,28 persen dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar minus 29,18 persen. Bagaimana dengan Jawa Tengah? Naiknya kebutuhan logistik akibat meningkatnya jual beli secara online juga terjadi di Jawa Tengah. Bahkan pertumbuhannya lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional yakni sebesar 68,73 persen. Pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan III-2020, juga yang paling tinggi di antara sektor lainnya. Ke depan, dengan adanya program vaksinasi, sektor transportasi dan pergudangan diyakini akan mampu mempertahankan capaiannya, mengingat untuk pendistribusian vaksin, membutuhkan gudang untuk penyimpanan serta kendaraan pengirim yang mempunyai fasilitas cold storage.
Dengan maraknya jual beli online, termasuk di Jawa Tengah, sektor jasa ekspedisi atau pengiriman juga menikmati mata rantai ekonominya. BPS Jawa Tengah mencatat, sub sektor jasa ekspedisi tumbuh sebesar 43,15 persen, sebuah pencapaian yang cukup fantastis tentunya. Dengan makin menjamurnya penyedia jasa pengiriman, juga mengerek sektor lain seperti sektor perdagangan yang masih mampu meraih pertumbuhan positif pada triwulan III-2020 sebesar 5,69 persen. Kondisi ini merupakan sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja untuk ikut menikmati perputaran rupiah kala pandemi.
Salah satu marketplace yaitu Bukalapak, saat ini sudah didukung oleh 13 perusahaan jasa pengiriman. Dengan maraknya perdagangan online, boleh jadi jasa foto produk menjadi lapangan kerja baru, para pedagang dituntut bisa menampilkan produknya sebaik mungkin untuk membuat katalog online serta menarik calon pembeli dengan tampilan yang menawan. Lantas produk apa saja banyak dicari kala pandemi? Jika melihat tren pertumbuhan PDRB Jawa Tengah, sub sektor industri farmasi dan obat tradisional pada triwulan III-2020 juga mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,58 persen. Ini artinya komoditas ini masih menjadi primadona yang dikonsumsi masyarakat untuk memperkuat immunitas tubuh.
Komoditas lain adalah makanan. Di jaman yang kita dituntut untuk less crowd, lebih banyak di rumah, makanan terutama makanan praktis, banyak dibutuhkan oleh orang tua dalam mendampingi anaknya belajar di rumah. Tuntuan untuk WFH juga membutuhkan makanan ringan untuk menemani aktifitas di rumah. Tak kalah penting adalah soal higienis. Virus yang tak kasat mata, membuat banyak orang menuntut makanan yang higienis. Beberapa rumah makan memang sudah menerapkan protokol kesehatan dan menjamin kebersihan makanan yang dihidangkan, akan tetapi sebagian orang masih meyakini jika memasak sendiri akan lebih bisa menjaga higienitasnya. Karenanya bahan makanan seperti sayur potong atau ikan dan daging segar siap masak juga masih prospektif, mengingat banyak orang yang masih merasa khawatir makan di luar, sehingga mereka lebih sering untuk memasak di rumah namun malas atau tidak punya waktu untuk memotong sayur, atau “mbeteti” ikan. Tak lupa bumbu instan dan rempah siap pakai, otomatis menjadi bahan yang banyak dicari dengan makin banyaknya orang yang memasak sendiri di rumah.
Low mobility itulah karakteristik di masa pandemi. Kita sendiri tentunya tahu, tidak sedikit dealer mobil baik dealer mobil baru maupun mobil bekas yang “memble” penjualannya. Bahkan menjual movbil pribadipun tak kalah sulit. Masyarakat cenderung low mobile, jarang berpergian, namun demikian dengan meningkatnya aktivitas di sektor logistik dan pengiriman, memperkuat sektor otomotif melalui permintaan mobil niaga. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) per September – November 2020 volume penjualan mobil niaga terus meningkat. Adapun mobil terlaris selama 2020, posisi pertama dipegang Honda Brio dengan penjualan 36.512 unit. Yang cukup mengejutkan, penjualan Suzuki New Carry pick up berada di posisi kedua mengalahkan Toyota Avanza yang berada di posisi ketiga. Mobil niaga lain, Daihatsu Grandmax pick up, di jajaran mobil-mobil daihatsu, secara penjualan berada di posisi kedua setelah Daihatsu Sigra.
Secara umum pandemi ini memang membuat lesu bahkan secara umum jika dibandingkan secara year to year, atau tahun ke tahun, pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan III-2020 mengalami kontraksi sebesar minus 37,68 persen dibandingkan kondisi pada triwulan III-2019. Namun harapan akan adanya perputaran ekonomi di pasar online, pasar yang tidak membutuhkan tatap muka, pasar yang tidak dituntut untuk bertemu, pasar yang luas jangkauannya mudah-mudahan menjadi jalan baru bagi perekonomian. Perdagangan online punya multplier effect yang bisa mengakselerasi sektor lainnya seperti sektor ekspedisi, dan masih memiliki ruang tumbuh ke depannya, mengingat potensi masyarakat yang melek internet sudah tinggi.
Data BPS yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) di awal tahun 2020, memaparkan fakta bahwa penduduk berumur 5 tahun ke atas yang mengakses internet sudah lebih dari 50 persen, tepatnya 54,72 persen. Dengan persebaran yang merata, artinya antara pedesaan dan perkotaan tidak terdapat perbedaan yang njomplang. Di pedesaan persentase nya 47,97 persen adapun di daerah perkotaan 61,13 persen. Ini artinya potensi pasar online masih terbuka di seluruh kondisi wilayah baik perkotaan maupun pedesaan. Maka kini adalah era baru, era di mana untuk dapat kompetitif, tidak hanya sebatas mampu membuat produk yang bagus tapi juga harus melek online. Siapapun bisa terjun dalam perdagangan online, mereka yang milenial belum tentu yang akan dominan, yang belum melek online, bisa memakai jasa pendongkrak penjualan onlinepun yang di masa kini juga makin menjamur, tinggal pilih ingin berkolaborasi dengan siapa sesuai selera.
Oleh : Pandu Adi Winata, SST
Statistisi Muda BPS Purbalingga
Diterbitkan oleh jatengdaily.com
Sumber : https://jatengdaily.com/2021/sektor-ekspedisi-kian-bersemi-saat-pandemi/
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga (Statistics of Purbalingga Regency)Jl. Letjend S. Parman No. 48 Purbalingga 53317 Jawa Tengah
Telp/Faks (0281) 891179
Mailbox : bps3303@bps.go.id
Tentang Kami