22 Desember 2024 | Kegiatan Statistik
Sudahkah memeluk anak Anda hari ini?
Pernahkah anda bertanya pada diri sendiri,
kapan terakhir anda memeluk anak anda?
Ataukah anda termasuk yang mengalami sindrom “lapar
pelukan”, akibat pola asuh orang tua anda sebelumnya. Hingga sekarang anda
tidak memiliki kemampuan untuk menginginkan memeluk anak anda sendiri?
Pengaruh pelukan orang tua terhadap anak tidak
hanya sekedar menunjukan rasa kasih sayang semata. Namun kebiasaan memeluk anak
dapat menciptakan rasa aman pada diri anak, membentuk rasa percaya diri, bahkan
menumbuhkan kelengketan hubungan antara orang tua dan anak yang akan terbangun
seiring bertambahnya umur anak.
Anak-anak yang kekurangan pelukan orang tua
akan merasa kurang diperhatikan. Kantong jiwanya kosong dari kasih sayang orang
tua. Anak-anak akan tumbuh dalam keadaan tidak mampu mengalirkan perasaannya,
merasa diabaikan dan kesulitan mengelola perasaannya. Anak-anak menjadi mudah
stres dan rentan terhadap tekanan. Pada akhirnya tumbuh menjadi anak-anak yang lapar
pelukan, hingga menghiba dipeluk orang lain yang dianggapnya lebih nyaman untuk
mendengarkan perasaannya.
Data BPS menunjukan pada tahun 2022 di Jawa
Tengah terdapat sekitar 4,56 persen anak usia 0-17 tahun yang tidak tinggal
bersama kedua orang tua. Meningkat 0,76 poin jika dibandingkan tahun 2021. Pada
tahun 2021 hanya sekitar 3,80 persen. Anak-anak yang tidak tinggal bersama kedua
orang tua bisa disebabkan karena orang tua yang bekerja diluar kota, orang tua meninggal
atau tidak tahu dimana keberadaannya dan kondisi lainnya yang menyebabkan anak
tidak lagi tinggal bersama kedua orang tua.
Fenomena yang marak terjadi saat ini ketika Indonesia
beralih dari era agraris ke industri yaitu semakin banyaknya orang tua
yang diserap dunia kerja menjadi salah satu penyebab berkurangnya intensitas
interaksi antara orang tua dan anak. Intensitas yang kurang ini lebih dirasakan
oleh anak-anak yang tidak tinggal bersama kedua orang tuanya. Jika sejak usia
dini orang tua kurang berinteraksi dengan anak dapat menjadi salah satu pemicu generation
gap. Ditambah dengan pola pengasuhan yang kurang tepat memperparah
kondisi ini. Jika generation gap ini tidak tertangani maka akan
menjadi pemicu konflik dalam keluarga khususnya antara orang tua dan anak.
Generation gap berkontribusi memunculkan kenakalan remaja.
Ketika remaja merasa tidak dipahami, tidak didengar bahkan diabaikan oleh orang
tua, mereka akan cenderung mencari cara lain untuk mengekspresikan diri atau
untuk mendapatkan perhatian yang berujung pada perilaku menyimpang. Faktanya
pada tahun 2022 di Jawa Tengah, proporsi penduduk usia 5-17 tahun yang merokok
mengalami peningkatan. Tahun 2021 sebesar 1,91 persen meningkat menjadi 2,30
persen pada tahun 2022 (Kemen PPPA dan BPS: 2021, 2022).
Merokok tidak hanya menimbulkan permasalahan
kesehatan namun dibanyak negara dianggap melanggar hukum, ada batasan usia
legal untuk membeli dan mengkonsumsi rokok. Biasanya usia 18 tahun atau lebih,
bahkan untuk membeli rokok mereka harus menunjukan kartu identitas. Jika anak
dibawah usia legal sudah mengkonsumsi rokok akan dianggap melanggar hukum.
Meskipun dianggap perilaku menyimpang yang cenderung ringan jika dibandingkan
tindakan kriminal lainnya, namun merokok pada usia anak menunjukan
kecenderungan untuk melanggar aturan dan berisiko melakukan tindakan berbahaya
lain seperti menkonsumsi alkohol bahkan narkoba.
Strategi peningkatan kualitas pengasuhan anak
telah dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kolaborasi
tersebut diantaranya melakukan kajian dan penyusunan petunjuk pengasuhan bagi
orang tua maupun pengasuhan alternatif bagi anak yang tidak tinggal bersama
orang tua. Mulai dari pendirian layanan keluarga PUSPAGA/Pusat Pembelajaran
Keluarga untuk membantu meningkatkan kapasitas orang tua dalam pengasuhan dan
penyelenggaraan pelatihan pengasuhan berbasis hak anak bagi Lembaga pengasuhan
alternatif seperti Daycare, PAUD, Panti Asuhan Anak, Pesantren, Sekolah
Berasrama. Hingga pendirian RBRA (Ruang Bermain Ramah Anak) yang terstandar dan
tersertifikasi sebagai komitmen daerah dalam pemenuhan hak bermain anak.
Namun, segala upaya yang dilakukan pemerintah
masih belum mampu membendung tingginya kasus terkait pemenuhan hak perlindungan
khusus anak. Kasus bullying, kekerasan terhadap anak hingga kasus
bunuh diri masih menjadi “rapor merah” yang belum terselesaikan. Pada tahun
2023 KPAI menerima 1800 kasus terkait perlindungan anak. Pada pengaduan klaster
pemenuhan hak anak mayoritas berasal dari lingkungan keluarga dan pengasuhan
alternatif sebanyak 58,70 persen, hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri
dimana lingkungan terdekat anak-anak adalah keluarganya.
Terwujudnya Indonesia Layak Anak 2030 dan
Indonesia Emas 2045 sangat bergantung bagaimana negara mempersiapkan anak-anak
sebagai pemilik masa depan bangsa ini. Generasi yang sehat, cerdas, unggul dan
berkarakter tidak hanya sekedar dinilai dari segi akademis, namun lebih kepada
pendidikan karakter yang ditanamkan sejak usia dini. Pendidikan karakter anak
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun orang tua harusnya lebih
memegang peranan ini, dimana kian hari semakin terabaikan.
Dimasa ini kebanyakan orang tua lebih takut
anaknya tidak naik kelas, tidak lulus ujian, tidak mendapatkan pekerjaan yang
bagus setelah lulus kuliah. Pendidikan anak-anak disubkontrakan kepada orang
lain atau Lembaga lain, terutama ketika anak-anak berada di usia dini. Para
orang tua terlupa, bahwa anak-anak harus memiliki
kejujuran, disiplin, menghargai orang lain, memiliki kemampuan problem
solving dan yang paling penting diantara itu semua adalah takut akan
Tuhannya. Kemampuan inilah yang harus dipersiapkan secara fundamental, berawal
dari keluarga terutama ibu yang merupakan “madrasatul ula”.
Anak-anak yang berkarakter tidak akan terwujud
ketika tangki cintanya kosong. Penuhilah dengan pelukanmu wahai orang tua,
jangan biarkan mereka tumbuh dalam kondisi jiwanya kosong dan lapar pelukan. Bayangkan
jika anak anda kini menginjak remaja jika mereka mengalami kondisi ini, pelukan
siapakah gerangan yang menentramkan jiwanya?
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga (Statistics of Purbalingga Regency)Jl. Letjend S. Parman No. 48 Purbalingga 53317 Jawa Tengah
Telp/Faks (0281) 891179
Mailbox : bps3303@bps.go.id