October 18, 2021 | BPS Activities
ANAK adalah generasi penerus yang akan menentukan masa depan suatu bangsa, sehingga harus dijaga dan dilindungi dengan baik demi kemajuan suatu Negara. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini agar menjadi generasi unggul.
Jika fondasi dasar yang dibutuhkan pada anak usia dini telah dibangun dengan baik, maka lebih mudah menentukan dan mengarahkan kemampuannya di masa depan sehingga tercipta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berkarakter. Hal ini berarti, pengembangan anak usia dini merupakan investasi utama dalam pembangunan SDM suatu Negara, tak terkecuali bagi Indonesia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 – 6 tahun. Sejak lahir hingga usia 6 tahun, anak mengalami tahapan pertumbuhan dan perkembangan paling penting yang biasa kita kenal dengan sebutan golden age. Pada periode golden age, otak tumbuh secara maksimal, begitu pula pertumbuhan fisik, perkembangan kepribadian anak, perilaku, sikap, dan ekspresi emosi.
Jika kebutuhan anak, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan karakter, pengasuhan, dan perlindungan tidak terpenuhi pada periode ini, dikhawatirkan akan mengalami gangguan pada tumbuh kembangnya sehingga melahirkan generasi lemah yang nantinya menjadi beban bagi negara. Melihat urgensi perkembangan anak usia dini tersebut, maka sudah sewajarnya perkembangan anak usia dini menjadi salah satu prioritas pembangunan Pemerintah.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 mencatat 10,64 persen penduduk di Jawa Tengah merupakan anak usia dini. Dari 10,64 persen anak usia dini tersebut, terdapat 15,43 persen bayi (<1 tahun), 54,61 persen balita (1-4 tahun), dan 29,96 anak pra sekolah (5-6 tahun).
Persentase anak usia dini yang cukup besar ini harus dikelola dengan baik sehingga terwujud anak usia dini yang sehat, cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter. Di Jawa Tengah, anak usia dini laki-laki (51,13 persen) memiliki persentase yang lebih tinggi dari anak usia dini perempuan (48,87), sehingga menghasilkan Rasio Jenis Kelamin sebesar 104,63. Dengan diketahuinya komposisi ini, diharapkan perencanaan pembangunan ke depan akan lebih tepat sasaran.
Internet juga menjadi bagian tak terpisahkan dari anak generasi alfa. Mereka sangat familiar dengan youtube, playstore, download, dan games. Bahkan bila ditanya cita-cita, banyak dari mereka yang akan menjawab ingin menjadi youtuber. Hasil Susenas 2020 mencatat 18,30 persen anak usia dini mengakses internet pada tiga bulan terakhir dengan menggunakan HP/tablet/komputer. Mengingat survei ini dilakukan bertepatan dengan awal covid-19, maka sangat dimungkinkan pemakaian HP, tablet, komputer, dan internet jauh lebih tinggi persentasenya pada kondisi sekarang.
Dari segala kelebihannya, kedekatan anak usia dini dengan teknologi informasi juga dapat menyebabkan berbagai masalah, diantaranya bahaya radiasi, konten yang tidak sesuai dengan anak usia dini, kecanduan gadget, hingga sifat individualis dan anti sosial. Namun, menjauhkan dan membuat mereka tidak mengenalnya juga bukan solusi terbaik karena pada akhirnya mereka menjadi tertinggal.
Kemudahan mengakses internet yang menyediakan semua informasi bagaikan hutan liar. Pendampingan orang tua terhadap anak mutlak diperlukan agar informasi yang diperoleh tersaring dengan benar, sehingga bermanfaat bagi masa depannya. Hal yang tidak kalah penting adalah pembatasan waktu penggunaannya sehingga anak tidak kecanduan dengan gadget dan keteladanan orang tua.
Para orang tua hendaklah tidak terlalu sering menggunakan gadget ketika sedang bersama dengan anak karena anak usia dini adalah peniru yang ulung. Hal lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan komunikasi dengan cara sering mengajaknya berbicara dan bercerita, mengajak bermain di luar rumah, serta melakukan berbagai aktivitas bersama lainnya.
Keberadaan orang tua sangat dibutuhkan untuk menjamin anak usia dini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hasil Susenas 2018 menunjukkan anak usia dini di Jawa Tengah sebagian besar tinggal bersama ayah dan ibu kandungnya, yaitu mencapai 82,90 persen. Namun, tidak semua anak usia dini beruntung bisa tinggal dengan kedua orang tuanya.
Masih terdapat 12,47 persen anak usia dini yang tinggal dengan ibu kandungnya saja, 1,36 persen tinggal dengan ayah kandungnya saja, dan 3,27 persen tidak tinggal bersama ayah dan ibu kandungnya. Hal ini terjadi karena orang tuanya meninggal, bercerai atau merantau ke luar kota untuk bekerja, sehingga proses pengasuhan di limpahkan ke rumah tangga lain sebagai walinya.
Meskipun tidak semua anak usia dini dapat tinggal dengan kedua orang tuanya, kedekatan dengan orangtua/walinya tetap terjalin dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari aktivitas bersama yang biasa dilakukan anak usia dini dengan orang tua/walinya. Hasil Susenas 2018 mencatat, anak usia dini di Jawa Tengah melakukan aktivitas bersama dengan orang tua/walinya, seperti makan/belajar makan (88,13 persen), menonton TV (79,41 persen), belajar/membaca buku (35,72 persen), dibacakan buku cerita/diceritakan dongeng (20,08 persen), beribadah/berdoa (39,99 persen), berbincang-bincang/mengobrol (68,04 persen), dan bermain/rekreasi/ olahraga (55,03 persen).
Mengingat anak usia dini adalah salah satu penentu masa depan bangsa, maka Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan program wajib PAUD. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 menyebutkan bahwa Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Hasil Susenas 2020 menunjukkan 36,14 persen anak usia dini di Jawa Tengah pernah/sedang mengikuti pendidikan usia dini. Dari 36,14 persen tersebut, 70,29 persen pernah/sedang mengikuti TK, 9,22 persen pernah/sedang mengikuti RA/BA, 17,62 persen pernah/sedang mengikuti PAUD/PAUD terintegrasi BKB/Posyandu, 2,63 persen pernah/sedang mengikuti Kelompok Bermain, dan 0,24 persen pernah/sedang mengikuti Taman Penitipan Anak.
Hal menarik lainnya adalah terdapat 21,10 persen anak usia 5-6 tahun di Jawa Tengah yang sedang bersekolah di SD/sederajat. Meskipun dalam peraturan Pemerintah yang terbaru menyebutkan bahwa anak dengan usia kurang dari 7 tahun dapat masuk SD dengan syarat dan ketentuan tertentu, hendaklah orang tua melihat kesiapan mental anak disamping kemampuan intelektual karena anak usia 5-6 tahun masih dalam tahap mengembangkan keterampilan sosial dan motorik. Menurut Psikolog Elly Risman, pada anak usia dini, otak anak yg paling berkembang pesat adalah pusat perasaannya, bukan pusat berpikirnya.
Jangan sampai adanya paradigma di masyarakat seperti ‘semakin muda masuk sekolah akan meningkatkan kebanggaan orangtua dan siswa’ dan adanya anggapan ‘semakin muda anaknya masuk sekolah merupakan suatu pembuktian bahwa anaknya lebih pintar secara akademis’ menjadikan alasan bagi orang tua untuk memasukkan anaknya ke SD/sederajat lebih dini. Sebagai orang tua, seyogyanya berusaha untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan bagi anak. Ada baiknya kita renungkan bersama quote menarik dari Prof. Neil Postman berikut “Jangan kau cabut anak-anak dari dunianya terlalu cepat, karena kau akan mendapatkan orang dewasa yg kekanakan”.
Oleh: Wiwit Puji Sulistiyani, S.Si
Statistisi Muda BPS Kabupaten Purbalingga
Diterbitkan oleh jatengdaily.com
Sumber : https://jatengdaily.com/2021/mengukir-asa-dari-anak-usia-dini/
BPS-Statistics Indonesia
Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga (Statistics of Purbalingga Regency)Jl. Letjend S. Parman No. 48 Purbalingga 53317 Jawa Tengah
Telp/Faks (0281) 891179
Mailbox : bps3303@bps.go.id